Karl von Clausewitz, Bapak Filosofi, Strategi dan Taktik Perang Modern
dunia barat dalam kertas kerja legendarisnya Vom Kriege (On War) menulis:
"Where absolute superiority is not attainable, you must produce a
relative one at the decisive point by making skillful use of what you
have."
XXX
Tulisan ini saya dedikasikan sebagai bentuk cinta saya kepada Banten,
daerah dimana saya menghabiskan seluruh masa kanak-kanak sampai
remaja, beserta cerita lugu (lutju tur guemesi) kisah-kasih cinta
monyetnya, yang akhirnya terhempas karena harus hijrah kuliah ke kota
Pendidikan Yogyakarta…
—
Pernyataan Karl von Clausewitz terasa begitu sangat relevan jika
dikontekstualisasik
an pada Universitas Tirtayasa (Untirta) Banten.
Untirta, universitas kebanggaan Banten ini masih berusia "seumur
jagung" saat harus berkompetisi dengan universitas negeri seniornya
seperti UI, ITB, IPB dan Unpad yang telah punya nama besar termasuk
harus berkompetisi dengan universitas swasta lainya model Universitas
Trisakti dan Swiss German University.
Sementara tanah "perdikan" Banten adalah "tambang emas" dimana
industri-industri raksasa multinasional berpijak disana. Jika di
Yogyakarta setiap RT (Rumput Tetangga, hi…, hi…ups sorry salah ketik:
Rukun bukan Rumput) memiliki Universitas, maka di Banten setiap RT
memiliki Perusahaan dan Industri Multinasional.
Jika di Yogya, misalkan orang ambil segenggam batu, lalu serabutan
dengan ngawur tentu saja melemparkan batu tersebut pada kumpulan orang
lewat, maka yakinlah salah satu dari batu itu akan mengenai kepala
seorang Doktor. Maka jika kumpulan batu itu dilemparkan ngawur ke
kumpulan orang Banten, maka percayalah salah satu diantaranya akan
mengenai kepala ekspatriat, ha…, ha… :)
Jadi, Banten adalah tanah "perdikan" yang kaya raya industri
multinasional tempat yang subur untuk membuat Untirta berpijak kokoh
menancapkan kuku-kuku eksistensi budaya akademiknya.
Tapi bagaimana caranya? Bukankah pada saat bersamaan para "seniornya"
(baca: congruent atau competitor?) model ITB, UI, IPB, Unpad sudah
menacapkan kuku-2 eksistensi akademiknya juga di Banten? Dari mana
Untirta harus memulai?
Karl von Clausewitz memberi lentera pasti untuk merumuskan strategi
kompetisi. Untirta harus menghasilkan sesuatu yang berbeda dari
congruent-nya. Bahasanya David Aaker dalam „Strategic Market
Management" adalah mem-fokuskan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk
memproduksi produk yang relatif berbeda sehingga tidak dimiliki oleh
congruent atau competitor-nya. Ini satu-satubya cara yang membuat
Unitirta eksis menjadi tuan tanah di tanah perdikan Banten.
Kekuatan Unitirta adalah dekat dengan industri. Untirta berdiri tidak
terlepas dari tradisi lingkage industri, dimana institusi pendiri
Untirta adalah PT Krakatau Steel. Jadi, tajamkan saja roh lingkage
industri tadi. Transformasikan spirit lingkage indsutri tsb ke dalam
sistem belajar mengajar model sekolah vokasi.
Buat Untirta seperti Fachhochschule-2 di Jerman. Sistem kuliahnya yang
padat, compag dan terstruktur. Klo perlu model kuliahnya terjadwal
ketat seperti SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). „Tidak perlu" belajar
teori terlalu banyak. Biarlah penguasaan teori dikuasai oleh alumni-2
UI atau ITB yang B. Inggris-nya lebih cas-cis-cus sehingga gampang aja
mereka menelan buku-2 literatur „boso londo". Mahasiswa Untirta cukup
pake basa „Wong Kite bae geh". Yang penting materi kuliahnya didesain
seperti diktat-2 praktikum.
Yang penting para dosennya dibantu jalin kerja sama agar bisa magang
di industri 1 atau 2 tahun. Lalu setelah magang suruh buat diktat
kuliah, model diktat praktikum. Yang penting dibuat kurikulumnya 60%
Kuliah Klasikal Teori dan 40% Praktikum. Dan Praktikum ini diajar oleh
para instruktur dari Industri. Bukan dosen yang ngajar Praktikum tapi
instruktur dari perusahaan-2 di Banten sehingga mahasiswa Untirta
benar-2 menjadi mahasiswa praktisi murni.
Saya pikir setiap industri punya program Community Development
Program. Kelemahan banyak masyarakat Indonesia itu inginnya dibantu
uang. Padahal bantuan uang itu banyak yang tidak efektif. Bantuan uang
itu banyak yang menguap karena dikorup oleh para pejabat. Selain itu
bantuan uang lebih sulit diperoleh dari pada bantuan non-financial.
Jadi, mulai lah focus untuk mengoptimalkan mendapatkan bantuan-2 non
financial tapi punya nilai jauh lebih berharga dari pada uang.
Kerja sama antara Untirta dengan Industri di Banten itu sebentulnya
mudah sekali direalisasikan. Sekali lagi yang terpenting jangan
bernafsu untuk minta bantuan uang dari perusahaan. Tapi buat kerja
sama non-finansial, misalkan:
1. Dosen Untirta secara bergilir bisa magang di perusahaan. Buat
konsep misalkan 3-1-1/2 untuk seluruh Dosen Untirta yaitu 3 Tahun
untuk Ngajar, 1 Tahun untuk Magang di perusahaan dan 1/2 Tahun untuk
buat diktat kuliah dan studi kasus.
2. Buat kerja sama agar setiap perusahaan minimal 1 atau 2 orang
karyawan terbaiknya menjadi instruktur untuk memberikan praktikum bagi
mahasiswa Untirta. Secara teknis mudah, jarak Untirta dengan Industri
paling cuma dengan jarak tempuh 30-60 menit saja.
3. Syukur-2 jika Untirta bisa buat kerja sama bantuan equipment dan
bantuan teknis lainnya dari perusahaan.
Model kerja sama Industri seperti ini sangat jamak dilakukan oleh
Fachhochschule-2 di Jerman. Hasilnya? Jangan kaget Fachhochschule-2
yang nota bene lebih menitikberatkan pada skill dan vokasi punya
reputasi tidak kalah prestisenya dengan Universitas.
Jangan kaget misalkan FH Furtwangen menurut majalah prestisius
Computerwoche untuk kualitas Akademik bidang Ilmu Komputer masuk dalam
5 besar terbaik di Jerman sejajar dengan nama-2 besar World Class
University model: Technische Univerität München, TU Darmstadt, atau
Universität München.
Padahal FH Furtwangen itu „cuma" fokus pada magang. Seluruh dosennya
pasti pernah berpengalaman jadi praktisi di industri. Tentu saja FH
Furtwangen relatif sedikit menghasilkan publikasi-publikasi penelitian
dalam jurnal ilmiah terakreditasi di bandingkan TU München misalkan.
Tapi skill alumnus FH Furtwangen salah satu yang terbaik di Jerman.
Majalah „Computerwoche" menghormati reputasi akademik FH Furtwangen
dengan judul begitu provokatif: „FH Furtwangen: Wir sind zum Erfolg
verdammt!"
http://www.computerwoche.de/job_karriere/hp_young_professional/559417/
(Terjemahan Preman ngawurya: „FH Furtwangen: Kurang ajar kita benar-2
sukses!)
Jadi, fokuskan saja Untirta pada kerjasama Industri. Jadikan magang,
praktikum dan pengajaran dengan melibatkan instruktur indsutri sebagai
nafas kehidupan akademik Untirta. Meskipun Untirta mungkin relatif
tidak banyak menghasilkan publikasi-2 ilmiah dalam jurnal
terakreditasi tapi alumninya berani berdiri tegak dihadapan alumni-2
ITB, UI, IPB, Unpad atau bahkan alumni dari perguruan tinggi top
lainnya yang jauh dari Banten model UGM, Undip, ITS, dsb.
Mereka boleh saja punya nama besar, tapi jika anda memasuki pasar
kerja industri Banten maka kami (Untirta) lah yang menjadi „tuan
tanah"-nya, paling tidak itu harus menjadi keyakinan para alumni Untirta.
Saatnya Untirta menyalip di tikungan….
Salam hangat,
dari Tepian Lembah Sungai Isar
Ferizal Ramli
Unternehmensberater/Corporate Consultant
Cirquent GmbH a company of NTT Data and BMW Group
81929 München
http://ferizalramli.wordpress.com/